Kemudian si Khali' bergumam, "aku adalah pendosa yang
selalu berbuat maksiat, aku akan duduk bersanding dengannya, siapa tau dengan
demikian aku mendapat rahmat Allah".
Lalu si Khali' duduk menyandingi Abid. Tak disangka, si Abid
tidak nyaman berdekatan dengan Khali' dan meninggalkannya dengan sikap penuh
keangkuhan.
Lalu Allah mewahyukan kepada Nabi dari Bani Israil dengan
firmannya "perintahkan kepada Abid' dan Khali' untuk sama-sama
memperbanyak amal, Aku benar-benar telah mengampuni dosa Khali' dan menghapus
semua amal ibadah Abid.
Kisah di atas mengingatkan kita, sebanyak apa pun ibadah
kita, akan sia-sia, jika di dalam hati terdapat sejengkal kesombongan.
Sedangkan rasa menyesal terhadap dosa yang sudah kita lakukan, bisa jadi akan
mendatangkan rahmat Allah.
Tanpa disadari, banyak di antara kita sering pongah dengan
keberhasilan sebuah ibadah. Acap kali di antara kita sering jumawa dengan
perbuatan baik yang dilakukan. Padahal, kebaikan yang kita lakukan jika
disertai kesombongan, tidak bernilai apa-apa.
Sahabat Ali bin Abi Thalib pernah berkata "Assayyiatu Tasu'uka Khoirun Indallahi Min hasaantin Tu'jibuka" Perbuatan buruk yang menyebabkan kamu sedih dan hina, lebih baik di sisi Allah dari pada perbuatan baik yang menyebabkan kamu sombong".
Dalam Surat Al a'raf ayat 12 Allah telah menggambarkan
dengan baik, bagaimana kesombongan menjadikan Iblis terusir dari neraka. Ketika
Allah memerintahkan Iblis untuk bersujud, Iblis membangkang, Allah tidak serta
merta langsung melaknati iblis tapi Allah masih membuka ruang dialog.
Allah bertanya "Apakah yang menghalangimu untuk
bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?" Menjawab iblis "Saya
lebih baik daripadanya, Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau
ciptakan dari tanah".
Jawaban Iblis yang sombong itulah yang menyebabkan Allah melaknatinya. Kisah di atas memberikan gambaran, bahwa kesombongan adalah sifat yang sangat menjerumuskan. Mahkluk yang sudah di surga saja terusir karena kesombongannga, bagaimana jika kita sebagai mahkluk yang masih jauh dari surga.
Ibnu Qoyyim mengatakan "Kesusahan atau tangisan seorang pendosa lebih dicintai Allah daripada tasbihnya seorang yang sombong". Tangisan dan penyesalan terhadap dosa, adalah sikap tawadhu' yang bisa mendatangkan rahmat dan pengampunan. Dalam kitab Al Hikam, Ibnu Athoillah mengatakan :
"Maksiat yang melahirkan rasa hina lebih baik daripada
ketaatan yang melahirkan rasa bangga dan kesombongan."
Seberapapun banyaknya amalan kita, jangan sampai berbuah
kesombongan. Sebaliknya, seberapa banyakpun dosa kita, kita tidak boleh
berputus asa dari Rahmat dan pengampunan Allah.
Dalam kitab Al-Usfuriah, dijelaskan bahwasannya pada umat
terdahulu ada seseorang yang bersungguh-sungguh dalam beribadah, dan dia
bersikeras dalam ibadah untuk dirinya sendiri.
Namun dia memutus orang-orang dari rahmatnya Allah ta'ala
kemudian dia meninggal, lantas dia bertanya "Wahai Tuhan apa yang Engkau
siapkan untukku dari-Mu?" Allah menjawab "Neraka", dia bertanya
"Wahai Tuhan, lantas dimana ibadahku dan kesungguhanku?"
Allah menjawab "Sesungguhnya engkau telah memutus orang-orang dari rahmat-Ku di dunia maka hari ini Aku memutusmu dari rahmat-Ku".
Marilah kita selalu berbuat taat, disertai dengan kerendahan jiwa. Sesunggunya semua ibadah dan ketaatan yang kita lakukan adalah karena takdir Allah, bukan karena kekuatan kita atau kehebatan kita, maka tak sepantasnya kita berbangga.
Jika kita tetap rendah hati dengan segala keutamaan yang dimiliki, maka kedudukannya makin tinggi, baik di mata manusia maupun di sisi Allah. Tapi, bagi hamba yang sombong keutamaan tersebut menjadi kerendahan. Wallhu A'lamu Bisshowab.
swdNoor |syiar