Belajar dari Sikap dan Tutur Kata Rasulullah



Belajar dari Sikap dan Tutur Kata Rasulullah ï·º

Setiap kali bulan Rabi’ul Awwal tiba, umat Islam selalu punya alasan untuk berbahagia. Bulan ini adalah bulan lahirnya manusia agung, Nabi Muhammad ï·º. Kehadirannya bukan sekadar kelahiran seorang tokoh, tetapi hadirnya teladan yang mengubah wajah dunia.

Senyum dan Kata-kata yang Menyejukkan


Rasulullah ï·º dikenal sebagai pribadi yang selalu membawa ketenangan. Beliau tersenyum ketika bertemu orang lain, menyapa dengan lembut, dan memilih kata-kata yang menyejukkan hati. Bahkan terhadap orang yang memusuhinya sekalipun, beliau tetap membalas dengan doa, bukan caci maki.

Contoh yang terkenal adalah ketika seorang wanita tua di Makkah sering melempar kotoran ke arah beliau. Namun, suatu hari wanita itu sakit. Apa yang dilakukan Rasulullah? Beliau justru menjenguknya dengan penuh kasih sayang. Sikap ini membuat hati sang wanita luluh dan akhirnya masuk Islam.

Dicintai Umat, Dikagumi Lawan

Nabi Muhammad ï·º bukan hanya dicintai umatnya, tapi juga dikagumi lawan-lawannya. Mereka yang menolak dakwah beliau tidak bisa menolak kejujuran dan kelembutan sikapnya. Gelar Al-Amin (orang yang terpercaya) diberikan jauh sebelum beliau diangkat menjadi nabi.

Sayangnya, sikap dan tutur kata mulia ini kini sering hilang dari kehidupan kita. Media sosial dipenuhi hujatan, debat kusir, dan kata-kata kasar yang justru menimbulkan perpecahan. Padahal Rasulullah ï·º mengajarkan bahwa perkataan seorang mukmin seharusnya membawa kebaikan atau lebih baik diam.

Kisah-kisah Bijak dari Rasulullah ï·º


1. Menghormati Tetangga yang Berbeda Agama
Suatu ketika ada jenazah seorang Yahudi yang diusung melewati Rasulullah ï·º. Spontan beliau berdiri menghormati. Sahabat pun bertanya, “Ya Rasulullah, bukankah itu jenazah seorang Yahudi?” Rasul menjawab, “Bukankah dia juga seorang manusia?” (HR. Bukhari-Muslim).


2. Tidak Pernah Membalas dengan Keburukan
Anas bin Malik RA yang melayani Rasulullah selama 10 tahun bersaksi: “Selama aku melayani beliau, beliau tidak pernah berkata ‘ah’ kepadaku, tidak pernah mencelaku, dan tidak pernah menegur dengan kasar.” (HR. Muslim).


3. Mendoakan Musuhnya
Ketika Rasulullah ï·º dilempari batu hingga berdarah oleh penduduk Thaif, malaikat Jibril menawarkan untuk membinasakan mereka. Namun Rasulullah menjawab lembut: “Aku berharap dari keturunan mereka akan lahir generasi yang menyembah Allah.”

Relevansi di Era Digital

Di zaman Rasulullah ï·º, tutur kata lembut mampu meredakan kebencian, mendamaikan suku yang bermusuhan, bahkan meluluhkan hati lawan. Kini, di era digital, akhlak itu justru lebih kita butuhkan.

Di media sosial, jari-jemari kita adalah “lidah” baru. Maka, setiap komentar, status, atau unggahan seharusnya menebar kebaikan, bukan permusuhan.

Dalam komunikasi publik, umat Islam perlu menampilkan sikap bijak. Rasulullah mengajarkan: “Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah berkata baik atau diam.” (HR. Bukhari-Muslim).

Dalam perbedaan pandangan, kita bisa meneladani Rasulullah yang selalu memilih bahasa persuasif dan penuh kasih, bukan menghina atau merendahkan.

Jika akhlak Rasulullah diterapkan di ruang digital, tentu dunia maya akan menjadi tempat yang damai, penuh edukasi, dan saling menebar manfaat.

Pelajaran untuk Kita Sekarang

Peringatan Maulid Nabi bukan hanya untuk merayakan kelahiran beliau, tapi juga untuk mengingat kembali teladan yang sudah diwariskan: senyum, kelembutan kata, dan sikap penuh kasih sayang.

Meneladani dengan Cinta

Rasulullah ï·º pernah bersabda: “Seseorang akan dikumpulkan bersama orang yang dicintainya.” (HR. Bukhari). Maka, jika kita benar-benar mencintai beliau, buktikanlah dengan meniru sikapnya: sabar, jujur, rendah hati, dan selalu berkata baik.

Semoga dengan meneladani sikap dan tutur kata Nabi—baik di dunia nyata maupun di dunia digital—hidup kita menjadi lebih damai, hubungan antar sesama semakin harmonis, dan umat Islam kembali kuat dengan akhlak yang mulia.
Lebih baru Lebih lama